Update Kumpulan Puisi Kritikan Sosial - Oleh Fredy Fa
Kumpulan puisi kritikan sosal, Setelah banyak sekali macam puisi kopi diterbikan blog melulu kopi, untuk kali ini puisi bertema sosial masyarakat atau puisi kritikan pemerintah mewarnai halaman blog Istimewa kata kata kopi, sebagimana pengertian puisi kritik sosial ialah jawaban yang sifatnya memperlihatkan kekurangan supaya ditanggapi dan diperbaiki. Kritik yang baik ialah yang berupa jawaban dan memperlihatkan solusi kepada yang dikritik. Dan sosial ialah hubungan yang berkaitan dengan kehidupan dalam bermasyarakat.
LELAKI DAN KOPI
lelaki itu membaca dengan seksama
wacana eja coretannya
kadang tersenyum, namun acapkali matanya melotot menerangkan emosinya meninggi
kemudian pada diamnya, ia meraih korek api di meja itu
kemudian kertas yang di genggamnya menjadi api, kemudian hangus dan berkepul-kepul
menjadi serbuk hitam
yang ia tuangkan kedalam segelas kopi panas
kemudian ia sruput dengan nikmatnya
oh ternyata memang nikmat
gumamnya sedikit berkeringat
sesekali ia pun menghisap dalam-dalam sebatang rok0k yang sedari tadi dijepit jari-jari
kemudian ia mulai berorasi pada sepenggal logika di kepala
diksi yang kupunya sudah kuseduh dan kuminum juwita
dan mulai kini, kutakkan merayu dan memohon cintamu hanya untukku
terserah!
biarkan kunikmati pada rasa
kan kubiarkan ia bicara
menyentuhmu pada palung paling hatimu
suatu ketika
pada suatu ketika
kau benar-benar jatuh cinta
kemudian lelaki itupun meraih gitar di sampingnya
kali ini ia menyerupai bernyanyi walau tanpa syair
hanya gumam instrumentalia yang mengalir
ia begitu menikmati malam yang cuek dengan segelas kopi
ia coba berdamai dengan getir
lelaki dan kopi
berdendang sendiri
SURAT BUAT KAWAN
Setelah pergimu
Entah sudah berapa rindu kulipat dalam sajakku
Entah sudah berapa pelacʋr lagi yang kutawar supaya menggadaikan cintanya
Lalu kubawa pulang di riuh permainan d0mino antara kita
Di dalam kontrakan istana tiga kali tiga
Lalu kau bilang "Banting saja kʌrtumu, sudah kutebak gambar itu!".
Padahal sudah kututup rapat di antara garis telapak tanganku waktu itu
Dan itu buatku tersipu-rayu
Kemudian bersama kopi dan sebatang rok0k menunggu gaji, kami pun diskusi
Kawan, besok kita makan mie instan saja!
Tak usah galau tak perlu gulana
Tawa kita memecah suasana
Diantara sesak-sesak dada
Tak ingatkah kau semua itu ?!
Akhir tulusanku tertuju padamu
Besok kukirim kelangit supaya merekapun mendengar saat-saat kita menjerit
Kawan saya yang masih mengenangmu
Hilang ditikam remang-remang
BUKAN RINDU
segelas kopimu saja tujuh puluh lima ribu
sedang kopi hitamku cuma seribu
masih saja kau baitkan cinta setinggitingginya di langit sana
sedang saya dan hujan bersahabat dalam gigilnya
sedinner yang sejam itu berjutajuta harganya
sedang saya dalam gelak tawa yang tiada habisnya menahan perih nongkrong dengan kawanan pelʌcur mencoba menghibur pada lembar ratusan yang tak rapi berbau keringat lelahnya hari
masih saja kau dendangkan sayang sempurna di hadap beribu wajah yang keriputnya terang kentara
apakah kau mencoba merayu terik di sana
atau menyutʋbuhi rindu yang terang sudah tak sudi kau pinang tuk kesekian kali
di atas empuk ranjʌngmu
sudahlah, pergi saja
kutahu bukan rindu yang di dadamu
alasannya ialah kulihat dari balik cantikmu ada tatap liar yang kutangkap di sepasang mata
atau apakah kau memang iblis bᥱtina
dan detak yang di dadamu hanyalah detak nʌfsu yang keseribu padaku
turun dari kendaraan beroda empat alphard hitam yang klimis
hak tinggi dan gaun romantis
membawa bunga dan syair puitis
itu bukan rindu
jawabku sedikit apatis
politik yang demokratis
tapi persis informasi selebritis
ini bukan rindu
sebelum kau telanjang di mataku
KETIKA SEMESTA BICARA
Engkau begitu misteri bagiku, diantara seruput kopi hitamku yang karam bersama semilir dingin.
Lalu ketika kuajak bicara pun, sepoi berair ini mencerca berjuta tanya, pada diri, pada hati.
Tentang warna cinta yang sedari pagi sampai petang kita bawa pulang kemudian bersemayam di tengah malam.
Kemudian dendang mimpiku menghantar pejam yang kian peram.
Namun tetap saja, engkau terdiam, pada bahasa yang tak menyerupai manusia.
Engkau tak pernah mengeluh, sepertiku.
Engkau tak ingin meminta, selayak daku.
Hanya pasrahmu saja yang kulihat di sana, seikhlas sapa mentari dalam binarnya atau selayak pelangi berupa warna, atau
berjejer pohon tumbang di pangkuan gunung yang tak terhitung kemudian menggundul.
Lalu ketika terbesit tanya, apakah dikau tak pernah marah?
Kau pun membisik di sela kalbuku
Tahukah kau kekasihku, tatkala amarah di dada ini harus tumpah, bergenang-genang airmata takkan bisa menahan kidung yang kan kunyayikan, antara aku, insan dan Tuhan kita.
Lirihmu terang kentara.
KANTUK
ah, tak menyerupai biasa
pagi-pagi buta berat kurasa
padahal ada segelas kopi
padahal kunyalakan channel tv
kemudian kulihat lakonnya bersedih divonis dua tahun lagi
ada keganjilan, ada kejanggalan
hatiku mulai beropini
pada airmata
pada seduka-duka
sedang himalaya yang katanya gagah perkasa
hanya menyerupai lukisan dinding terpaku
kulihat parasnya yang bersalju pucat sejenak dalam tekanan yang membuatnya pasrah
ditempelkan di dinding itu
dipaku-paku
kemudian ketika kutanya baju rindu
pada sederet baju toga milik pak hakim pun hanya berlalu, pergi meninggalkanku tanpa sapa yang menyerupai kemarin sempat bilang saya sayang kamu, dan kini kubaru tahu cintamu palsu, rindumu semu
kemudian setarik nafas yang sempat sesak seketika berubah kantuk yang menciptakan mataku sayu.
apakah ini pertanda, saya yang telah bosan denganmu, saya yang mulai jemu dengan cara bicara politikus itu, .... pagi ini dengan segelas kopi, terasa berat sekali, alasannya ialah lakon yang selama ini kujunjung tinggi dibui, dua tahun lagi, biar nanti siang hari kujenguk kuantarkan amanat paling hati, sabar dalam menjalani.
Demikianlah kumpulan puisi kritikan sosial yang di tulis oleh Fredy FA, baca juga puisi-puisi kopi yang lain di blog ini, semoga puisi kritik diatas sanggup menghibur dan bermanfaat, sambil menikmati segelas kopi.
Kumpulan Puisi Kritikan Sosial
Puisi kritikan sosial yang diupdate ini ada lima judul puisi, dan tak meninggalkan ciri khas blog dengan kata kata kopi, semua puisi dengan tema puisi krtikankan sosial dalam bait bait puisinya terdapat kata kopi. dan adapun masing masing judul puisinyan antara lain:- Puisi lelaki dan kopi
- Puisi surat buat kawan
- Puisi bukan rindu
- Puisi ketika semesta bicara
- Puisi kantuk
LELAKI DAN KOPI
Oleh: Fredi FA
lelaki itu membaca dengan seksamawacana eja coretannya
kadang tersenyum, namun acapkali matanya melotot menerangkan emosinya meninggi
kemudian pada diamnya, ia meraih korek api di meja itu
kemudian kertas yang di genggamnya menjadi api, kemudian hangus dan berkepul-kepul
menjadi serbuk hitam
yang ia tuangkan kedalam segelas kopi panas
kemudian ia sruput dengan nikmatnya
oh ternyata memang nikmat
gumamnya sedikit berkeringat
sesekali ia pun menghisap dalam-dalam sebatang rok0k yang sedari tadi dijepit jari-jari
kemudian ia mulai berorasi pada sepenggal logika di kepala
diksi yang kupunya sudah kuseduh dan kuminum juwita
dan mulai kini, kutakkan merayu dan memohon cintamu hanya untukku
terserah!
biarkan kunikmati pada rasa
kan kubiarkan ia bicara
menyentuhmu pada palung paling hatimu
suatu ketika
pada suatu ketika
kau benar-benar jatuh cinta
kemudian lelaki itupun meraih gitar di sampingnya
kali ini ia menyerupai bernyanyi walau tanpa syair
hanya gumam instrumentalia yang mengalir
ia begitu menikmati malam yang cuek dengan segelas kopi
ia coba berdamai dengan getir
lelaki dan kopi
berdendang sendiri
SURAT BUAT KAWAN
Oleh: Fredi FA
Setelah pergimuEntah sudah berapa rindu kulipat dalam sajakku
Entah sudah berapa pelacʋr lagi yang kutawar supaya menggadaikan cintanya
Lalu kubawa pulang di riuh permainan d0mino antara kita
Di dalam kontrakan istana tiga kali tiga
Lalu kau bilang "Banting saja kʌrtumu, sudah kutebak gambar itu!".
Padahal sudah kututup rapat di antara garis telapak tanganku waktu itu
Dan itu buatku tersipu-rayu
Kemudian bersama kopi dan sebatang rok0k menunggu gaji, kami pun diskusi
Kawan, besok kita makan mie instan saja!
Tak usah galau tak perlu gulana
Tawa kita memecah suasana
Diantara sesak-sesak dada
Tak ingatkah kau semua itu ?!
Akhir tulusanku tertuju padamu
Besok kukirim kelangit supaya merekapun mendengar saat-saat kita menjerit
Kawan saya yang masih mengenangmu
Hilang ditikam remang-remang
BUKAN RINDU
Oleh: Fredi FA
segelas kopimu saja tujuh puluh lima ribusedang kopi hitamku cuma seribu
masih saja kau baitkan cinta setinggitingginya di langit sana
sedang saya dan hujan bersahabat dalam gigilnya
sedinner yang sejam itu berjutajuta harganya
sedang saya dalam gelak tawa yang tiada habisnya menahan perih nongkrong dengan kawanan pelʌcur mencoba menghibur pada lembar ratusan yang tak rapi berbau keringat lelahnya hari
masih saja kau dendangkan sayang sempurna di hadap beribu wajah yang keriputnya terang kentara
apakah kau mencoba merayu terik di sana
atau menyutʋbuhi rindu yang terang sudah tak sudi kau pinang tuk kesekian kali
di atas empuk ranjʌngmu
sudahlah, pergi saja
kutahu bukan rindu yang di dadamu
alasannya ialah kulihat dari balik cantikmu ada tatap liar yang kutangkap di sepasang mata
atau apakah kau memang iblis bᥱtina
dan detak yang di dadamu hanyalah detak nʌfsu yang keseribu padaku
turun dari kendaraan beroda empat alphard hitam yang klimis
hak tinggi dan gaun romantis
membawa bunga dan syair puitis
itu bukan rindu
jawabku sedikit apatis
politik yang demokratis
tapi persis informasi selebritis
ini bukan rindu
sebelum kau telanjang di mataku
KETIKA SEMESTA BICARA
Oleh: Fredi FA
Engkau begitu misteri bagiku, diantara seruput kopi hitamku yang karam bersama semilir dingin.Lalu ketika kuajak bicara pun, sepoi berair ini mencerca berjuta tanya, pada diri, pada hati.
Tentang warna cinta yang sedari pagi sampai petang kita bawa pulang kemudian bersemayam di tengah malam.
Kemudian dendang mimpiku menghantar pejam yang kian peram.
Namun tetap saja, engkau terdiam, pada bahasa yang tak menyerupai manusia.
Engkau tak pernah mengeluh, sepertiku.
Engkau tak ingin meminta, selayak daku.
Hanya pasrahmu saja yang kulihat di sana, seikhlas sapa mentari dalam binarnya atau selayak pelangi berupa warna, atau
berjejer pohon tumbang di pangkuan gunung yang tak terhitung kemudian menggundul.
Lalu ketika terbesit tanya, apakah dikau tak pernah marah?
Kau pun membisik di sela kalbuku
Tahukah kau kekasihku, tatkala amarah di dada ini harus tumpah, bergenang-genang airmata takkan bisa menahan kidung yang kan kunyayikan, antara aku, insan dan Tuhan kita.
Lirihmu terang kentara.
KANTUK
Oleh: Fredi FA
ah, tak menyerupai biasapagi-pagi buta berat kurasa
padahal ada segelas kopi
padahal kunyalakan channel tv
kemudian kulihat lakonnya bersedih divonis dua tahun lagi
ada keganjilan, ada kejanggalan
hatiku mulai beropini
pada airmata
pada seduka-duka
sedang himalaya yang katanya gagah perkasa
hanya menyerupai lukisan dinding terpaku
kulihat parasnya yang bersalju pucat sejenak dalam tekanan yang membuatnya pasrah
ditempelkan di dinding itu
dipaku-paku
kemudian ketika kutanya baju rindu
pada sederet baju toga milik pak hakim pun hanya berlalu, pergi meninggalkanku tanpa sapa yang menyerupai kemarin sempat bilang saya sayang kamu, dan kini kubaru tahu cintamu palsu, rindumu semu
kemudian setarik nafas yang sempat sesak seketika berubah kantuk yang menciptakan mataku sayu.
apakah ini pertanda, saya yang telah bosan denganmu, saya yang mulai jemu dengan cara bicara politikus itu, .... pagi ini dengan segelas kopi, terasa berat sekali, alasannya ialah lakon yang selama ini kujunjung tinggi dibui, dua tahun lagi, biar nanti siang hari kujenguk kuantarkan amanat paling hati, sabar dalam menjalani.
Demikianlah kumpulan puisi kritikan sosial yang di tulis oleh Fredy FA, baca juga puisi-puisi kopi yang lain di blog ini, semoga puisi kritik diatas sanggup menghibur dan bermanfaat, sambil menikmati segelas kopi.
Post a Comment for "Update Kumpulan Puisi Kritikan Sosial - Oleh Fredy Fa"